Sunday, May 16, 2010

Perginya Satu lagi Ulama' Agung..

Selamat Jalan Tokoh rujukan para Wali Allah


ImageDengan suasana masih gundah dan berkabung atas Mangkatnnya Al Arif Billah Al Qutb Alhabib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf rahimahullah di Jeddah, maka kamis sore 13 Mei 2010 menyusul pula teman seperguruan beliau, Al Arif Billah Alhabib Ali bin Jakfar Alaydrus rahimahullah.

Beliau sudah dianggap guru rujukan bagi para ulama besar dan para ahli makrifah billah khususnya para habaib terkemuka di dunia, sebagaimana Al Arif Billah Alhabib Hasan bin Abdullah Assyatiri rahimahullah, Al Allamah Al Musnid Alhabib Muhammad bin Alwi Al Malikiy Rahimahullah, juga para Tokoh ulama habaib saat ini seperti Al Allamah Al Musnid Alhabib Umar bin Hafidh, Al Allamah Al Musnid Alhabib Salim bin Abdullah Assyatiri, Al Allamah Almusnid Alhabib Zein bin Ibrahim bin Smeith, dan banyak lagi para tokoh Makrifah billah dan para Musnid Hadits berkunjung silaturahmi pd beliau, tiadalah satu dari mereka kunjung ke Malaysia mestilah bersilaturahmi pada beliau.

Beliau orang yg sangat sederhana, dengan rumah yg sangat kecil, sempit dan tergolong rumah dari rakyat jelata kalangan fuqara, ruang tamunya tak pernah kosong dari ratusan botol air aqua dari para tamu yg meminta air doa dari beliau, beliau sangat santun pada para tamu dari segala kalangan, kalangan kaya, miskin, ulama, awam, dan siapapun, jika mereka kunjung pada jam makan, maka tak mungkin tamunya diizinkan pulang sebelum makan bersama beliau, dan salah satu sifat rendah hati yg sangat mengagumkan pada pribadi beliau adalah selalu meminta doa dari tamunya, tak pernah mau beliau berdoa kecuali tamunya yg berdoa, jika tamunya tak mau berdoa maka tak diizinkan pulang, demikian santun budi pekerti beliau.

Ayah beliau Adalah Al Arif Billah Al Musnid Al Allamah Alhabib Jakfar Alaydrus, seorang yg sangat memanjakan Guru Mulia Al Musnid Alhabib Umar bin Hafidh ketika masih bocah. Dan ayah beliau ini terkenal sekali dan masyhur dikalangan para wali Allah swt, ayah beliau dimakamkan di pekuburan Zanbal, di samping Makam Qutbinnufuus Al imam Abdullah Alaydrus Akbar bin Imam Abdurrahman Assegaf, di kota tarim Hadramaut Yaman.

Al habib Ali bin Jakfar alaydrus ini pernah lama tinggal di Subang Jawa barat, Indonesia dimasa kecilnya,

suatu pengalaman, bahwa saya sering kunjung pada beliau jika kunjung ke Malaysia, beliau sangat memanjakan saya jika pendosa ini datang, beliau selalu tersenyum gembira, lalu saya minta doa beliau maka beliau berdoa, berbeda dengan tamu lain yg selalu beliau menolak untuk berdoa kecuali tamunya yg mesti berdoa, namun permintaan saya tak ditolak oleh beliau, seraya mengangkat tangannya setinggi tingginya hingga keatas kepala, kedua telapak tangannya dipadukan, dan wajah beliau menunduk.., lalu suara rintih keluar dari bibirnya tak bisa saya pastikan apa yg diucap, benar benar gerakan doa yg menggambarkan posisi yg sedang sangat mengemis pd Yang Maha Luhur…, belum pernah saya lihat orang berdoa dg posisi sekhusyu dan seperti ini dalam merendahkan diri pada Allah swt..

Setelah itu saya pamitan, padahal saya tahu kebiasaan beliau yg saya dengar dari semua orang yg mengunjungi beliau, jika waktu makan tak akan diizinkan pergi, saya berkata lembut : “saya pamit wahai habib..”, beliau menunduk dan berkata lembut pula : “tidak makan dulu kah?”, saya menjawab : “saya pamit jika habib ridho”, beliaupun berdiri mengizinkan kepergian kami, lalu terbersit dihati saya : “aku terbebani hutang sangat besar karena masalah perluasan dakwah di Indonesia, mudah mudahan kedatanganku kesini bisa membuat Allah menyelesaikan masalah hutang2ku.., beban beratku ini kutumpahkan pada habib Ali, semoga Allah swt meringankanku”, demikian renungan saya sambil melangkah keluar kediaman beliau..

Saat itu saya tidak sendiri, ada beberapa orang yg bersama kami, mereka kagum dan berkata : “kami sering kunjung kesini, belum pernah habib Ali mau berdoa kecuali saat kamu yg memintanya, belum pernah habib Ali izinkan kami pamitan diwaktu makan kecuali saat kamu yg minta izin pulang..”, dan salah satu diantaranya adalah seorang pengusaha sukses, maka saat kami sudah keluar rumah, beliau memanggil orang itu, dan membisikinya sesuatu, lalu beliau masuk rumah..

Orang tsb mendatangi saya, dan berkata : “Habib Ali berkata pada saya, kamu punya hutang dakwah yg besar dan berat yg harus dibayarkan, saya diperintah habib ali untuk melunasi semua hutangmu”

Saya kaget dan berpaling pd beliau, ternyata beliau sudah masuk rumah menutup pintu.., subhanallah..

Beliau selalu memanjakan saya jika pendosa ini datang, sekali waktu saya datang silaturahmi, kepala ini penuh dengan permasalahan dakwah yg bagai gunung menindih, kesibukan, masalah perluasan, pengaturan dll, maka saya datang dg lemah, duduk dihadapan beliau, maka beliau diam, diam, lalu menggeleng2kan kepala beliau, lalu menangis, dan berkata : Berat… berat.., sambil mengipasi dirinya dg kipas ditangannya dan mengipasi saya pula.., tak lama saya pamit begitu saja, beliau berdoa lagi, belum sampai saya di Jakarta kecuali seluruh masalah dakwah telah selesai.

Pernah suatu kali Al Allamah Almusnid Al Habib Muhammad bin Alwi Al Malikiy rahimahullah kunjung pada beliau, sepanjang jalan Alhabib berbicara tentang rindunya pd Rasulullah saw, maka ketika sampai dikediaman beliau, maka semua tamu tidak diperkenankan masuk, kecuali Al Allamah Alhabib Muhammad Al Malikiy, mereka masuk berdua cukup lama, lalu keluarlah Al Allamah Alhabib Muhammad Al Malikiy rahimahullah dg airmata yg bercucuran.., seraya berkata : hajat saya sudah terkabul… terkabul.. terkabul.., sambil menutup wajah beliau tanpa berkata kata pada siapapun atas apa yg terjadi didalam

Kamis sore dinihari 13 mei Al Arif billah Alhabib Ali bin Jakfar Alaydrus rahimahullah menghembuskan nafas yg terakhir… khususnya seluruh para habaib di Malaysia gempar, dan dunia para habaib sepuh pun gempar terkena kabar duka ini..

Rasul saw bersabda : “Para shalihin wafat satu demi satu, tersisalah sisa sisa sampah tak berarti dimata Allah, dan Allah swt tak perduli lagi dg keadaan mereka” (Shahih Bukhari).

Maksud hadits ini adalah keberadaan para shalihin menguntungkan bumi, mereka terus berdoa untuk keselamatan ummat, pengampunan untuk para pendosa, terus beribadah pada Allah swt hingga Allah swt banyak menyingkirkan musibah sebab doa dan rintihan mereka, maka jika mereka tiada, Allah swt tak lagi melihat sisa penduduk dunia karena mereka tak perduli dg Allah swt, maka Allah swt tak perduli lagi musibah musibah yg akan diturunkan pada mereka, entah musibah atau kenikmatan, entah cobaan atau kekacauan..

Rabbiy,, bangkitkan para pengganti dari para shalihin kami yg terus wafat dan wafat, munculkan kembali generasi para shalihin yg menjadi paku penahan musibah bagi ummat, muliakan Guru tercinta yg mulia ini dipangkuan Kelembutan dan Keridhoan Mu, dan sertakan kami dalam pembagian waris dari keluhuran beliau disisi Mu, amiin..

Sumber: http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=282&Itemid=1

Jangan sakiti Rasulullah..

Oleh SYEIKH MUHAMMAD FUAD KAMALUDIN AL-MALIKI
SESIAPAPUN akan merasa sedih dan terguris hati jika keburukan kedua ibu bapanya disebut-sebut di hadapannya kalaupun ia suatu yang benar dan bukan sekadar tuduhan. Inilah fitrah hubungan kasih dan sayang yang ada di antara seseorang itu dengan ibu bapa kandungnya.

Keburukan apakah yang lebih besar daripada kekufuran dan kekufuran siapakah yang lebih jelas daripada Abu Lahab sehingga celaan Allah SWT terhadapnya terakam jelas di dalam al-Quran. Tetapi apabila sampai ke telinga Nabi SAW bahawa ada sahabat yang mengungkit tentang kekufuran dan penentangan Abu Lahab di hadapan anak perempuannya yang Muslim,
Nabi SAW telah melarang dan menegur perbuatan itu dengan sabdanya,
"Jangan engkau mencerca mereka yang mati, lalu engkau menyakiti mereka
yang hidup." (Riwayat al-Tirmizi).

Jika itulah sikap Nabi SAW dalam kes Abu Lahab, bagaimanakah pula jika ibu dan ayah Nabi SAW sendiri yang disebut dan diungkit sebagai kufur dan berada dalam neraka? Adakah Nabi SAW tidak terguris hati atau merasa disakiti, tanpa mengira apa pun niat si penyebut? Lebih buruk lagi keadaannya jika diinsafi bahawa pandangan yang ibu dan ayah Nabi
itu kufur adalah tidak benar dan bercanggah dengan pandangan jumhur ulama umat ini. Maka kenyataan tersebut turut merupakan suatu pendustaan dalam isu yang begitu dekat dengan kekasih Allah SWT dan makhluk-Nya yang paling mulia.

Malangnya, akhir-akhir ini, telah beberapa kali dakwaan bahawa ibu dan bapa Nabi SAW itu kufur dan berada dalam neraka di ketengahkan dalam masyarakat kita secara terbuka dalam media perdana oleh para pendakwah yang popular dan dikenali ramai. Dalam keadaan begitu, tidak mustahil akan ramai ahli masyarakat yang tidak berkeahlian akan mudah terpengaruh, lantas sama-sama mengulangi kalimah yang pastinya menyakiti Nabi SAW itu. Mahukah kita jika umat Islam di Malaysia sampai terhitung sebagai tidak peka dengan apa yang menyakiti Nabi SAW? Bukankah ini boleh mengundang kemurkaan Allah dan Rasul-Nya?

Isu Yang Tak Patut Ditimbulkan

Jika diteliti secara insaf, sebenarnya tidak terdapat satu sebab pun yang munasabah untuk isu status ibu dan bapa Nabi SAW kita ungkit dan ditimbulkan di tengah-tengah masyarakat kita. Jika tidak ditimbulkan isu ini, masyarakat kita amnya mempunyai tanggapan yang sangat mulia
terhadap ibu dan bapa Nabi SAW. Sikap ini adalah sikap yang lebih tepat dan berasas, seperti yang akan kita huraikan. Kalau pun ada yang bertanggapan bahawa ini adalah suatu sikap yang bercanggah dengan hadis, apakah isu ini menepati keutamaan yang begitu tinggi dan
mendesak sehingga perlu ditimbulkan. Adakah selama ini dengan memuliakan ibu dan bapa Nabi SAW telah begitu merugikan dan memundurkan Islam dan umatnya di Malaysia?

Selain kerana tiada keperluan jelas untuk ditimbulkan, isu ini juga tidak patut ditimbulkan secara terbuka kerana untuk benar-benar menganggapnya secara adil menuntut kajian dan penelitian ilmiah khusus. Kenapalah kita perlu menyibukkan masyarakat awam dengan
persoalan-persoalan yang tidak mudah atau tidak mampu untuk mereka sikapi dengan adil?

Sebenarnya, isu ini ada persamaan dengan beberapa isu-isu agama yang sifatnya kompleks dan boleh mengelirukan yang suka ditimbulkan oleh segelintir penceramah akhir-akhir ini. Walaupun kita sangat keberatan membahaskannya, tetapi apabila sudah ada yang menimbulkannya secara terbuka maka wajiblah pula penjelasan dibuat agar masyarakat tidak
keliru dan tersalah faham. Pendek kata ia sudah menjadi suatu kemungkaran dan kezaliman ilmiah yang wajib dicegah dan dibetulkan.

Fahaman Yang Lebih Sejahtera

Pandangan yang mendakwa ibu dan bapa Nabi SAW adalah kufur dan berada dalam neraka sebenarnya berpunca daripada dua hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam salah satunya, Nabi SAW bersabda bahawa Baginda tidak diizinkan oleh Allah memohon keampunan bagi ibu Baginda tetapi diizinkan menziarahi kuburnya. Dalam hadis kedua, Nabi
SAW diriwayatkan menjawab pertanyaan seorang lelaki tentang nasib bapanya dengan menjawab bahawa ayah lelaki tersebut dan ayah Baginda sendiri berada dalam neraka. Walaupun sahih dari segi sanadnya tetapi jumhur ulama berpendapat bahawa teks hadis-hadis ini tidak boleh difahami secara zahir semata-mata. Ia adalah suatu yang biasa berlaku
dalam kita berinteraksi dengan hadis. Bukan hanya kesahihan sanad menjadi penentuan hukum daripada sesuatu hadis. Terdapat juga kaedah-kaedah tertentu dalam memahami teks hadis itu sendiri yang perlu dipatuhi.

Berdasarkan kaedah-kaedah dalam memahami teks hadis, hadis-hadis di atas sebenarnya tidak mendokong kesimpulan bahawa ibu dan bapa Nabi SAW kufur dan diazab. Pertamanya, makna zahir hadis-hadis ini tidak boleh dipegang kerana ia bertentangan dengan nas-nas al-Quran dan
hadis-hadis lain. Antaranya, ayat-ayat dan hadis yang mensabitkan bahawa Nabi SAW adalah berasal daripada keturunan yang mulia dan terpelihara seperti ayat 219, surah al-Syu'ara' yang bermaksud, "dan (Allah melihat) pergerakanmu di antara orang-orang yang sujud". Ibnu
'Abbas r.a, seperti yang diriwayatkan oleh al-Bazzar, al-Tabrani dan Abu Nuaim serta dalam tafsir-tafsir al-Tabari dan al-Qurtubi, berpendapat bahawa ayat ini bermaksud bahawa Nabi SAW telah berpindah dari satu sulbi ke satu sulbi di kalangan nenek moyang yang sujud dan
beriman. Hal ini disokong oleh hadis-hadis yang merakamkan bahawa Nabi SAW pernah memuji atau berbangga dengan ibu bapa dan keturunannya, sedangkan adalah tidak wajar Nabi SAW melakukan demikian jika mereka itu syirik atau kufur.

Maksud zahir hadis-hadis ini juga bertentangan dengan nas-nas al-Quran berkenaan kaedah bahawa Allah SWT tidak akan mengazab sesuatu kaum sebelum dikirimkan para rasul-Nya untuk menyampaikan agama yang benar (al-Israa':15, al-An'aam:131, al-Syu'araa', al-Nisaa':165). Terdapat pula ayat-ayat yang menafikan bahawa terdapat rasul yang dikirim
kepada kaum Nabi Muhammad SAW sebelum kebangkitan Baginda (Saba':44, al-Qasas:46). Maka kesimpulan yang lebih tepat adalah kedua-dua ibu dan bapa Nabi SAW sama ada beriman dengan peninggalan risalah rasul-rasul yang terdahulu ataupun tergolong dalam kalangan Ahlul
Fatrah, iaitu mereka yang berada di zaman yang tiada rasul, menyebabkan mereka secara prinsipnya tidak akan diazab.

Ada juga pandangan ulama yang mentakwilkan makna 'abi' dalam hadis kedua yang zahirnya bermaksud 'ayah' kepada Abu Talib atau Abu Lahab, bapa-bapa saudara Nabi SAW dan bukannya Abdullah, bapa Baginda SAW.
Penggunaan panggilan sebegini memang berlaku dalam bahasa Arab dan dalam al-Quran sendiri dalam kes Nabi Ibrahim AS (al-An'aam : 74). Ada juga pandangan ulama bahawa kedua-dua hadis Riwayat Muslim itu memang perlu ditakwilkan kerana makna zahirnya bercanggah. Jika ibu Nabi SAW benar-benar kafir, Nabi SAW tidak akan diizinkan Allah SWT untuk
menziarahi kuburnya.

Kita juga telah menyentuh bagaimana mengatakan ibu dan bapa Nabi SAW berada di dalam neraka akan menyakiti Nabi SAW. Menyakiti Nabi dengan apa cara sekalipun adalah jelas diancam di dalam al-Quran dengan laknat Allah SWT di dunia dan akhirat serta dijanjikan dengan siksa yang pedih dan hina (al-Tawbah:61 dan al-Ahzab:57). Melihat betapa
besarnya kesalahan ini, tidak hairanlah Saidina Umar bin Abdul Aziz dilaporkan telah mengancam seorang pegawainya yang mengatakan ibu dan bapa Nabi SAW musyrik dengan hukuman dipotong lidahnya, dipotong tangan dan kakinya dan dipancung kepalanya. Lalu pegawai itu dilarang memegang apa-apa jawatan sepanjang khilafahnya.(Tarikh Ibn 'Asakir).
Imam al-Alusi (m.1127H) pula dalam Tafsir Ruh al-Maaninya ada memberi amaran keras, "Aku bimbangkan kekufuran terhadap seseorang yang menuduh ibu dan ayah Nabi SAW (kufur) (Jilid 11, ms.207).

Perincian dan huraian lanjut tentang pandangan para ulama yang membela ibu dan bapa Nabi SAW boleh didapati dalam beberapa kitab termasuk kitab-kitab khusus karangan Imam al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuti, Masalik al-Hunafa dan al-Ta'dzim wal Minnah, kitab al-Hujaj
al-Wadhihaat karya ulama' Makkah, Al-'Allamah Sayyid Ishaq Azzuz, kitab Sadad al-Din oleh Imam al-Barzanji, kitab Hadyu al-Nairain karya al-Allamah Prof.Dr.Judah al-Mahdi dari Universiti al-Azhar Mesir dan fatwa Mufti Mesir, Al-Syeikh Dr.Ali Jum'ah dalam koleksi fatwanya, al-Bayan. Insya-Allah dalam masa terdekat, kami akan mengeluarkan
terjemahan dan sedutan daripada kitab-kitab ini dalam bahasa Melayu.
Jelas daripada perbahasan ringkas kita ini bahawa, jika kita mahu, ruang untuk kita mempertahankan keimanan dan terselamatnya ibu dan bapa Nabi SAW yang mulia adalah luas terbentang. Kalaulah bersangka baik itu terpuji, maka apakah lagi situasi yang lebih utama untuk kita bersangka baik selain dalam isu ini yang membabitkan hak kekasih dan
makhluk yang paling dimuliakan oleh Allah SWT. Ia juga sebenarnya adalah sangka baik kita terhadap Allah SWT sendiri yang Maha Kaya lagi Berkuasa untuk meletakkan zuriat kekasih-Nya dalam rantaian keturunan hamba-hamba-Nya yang terpilih.

Di sebalik episod yang sangat mengguris hati ini, mungkin ada beberapa hikmah dan pengajaran yang perlu diambil. Para penceramah yang giat mengisi ruang dakwah di tengah masyarakat mestilah sangat berhati-hati dalam memilih kandungan dan mesej dakwah mereka. Ini kerana, bersama populariti dan kemasyhuran itu datangnya amanah yang dipertanggungjawabkan. Bagi masyarakat pula, di zaman ledakan informasi ini yang turut menyaksikan informasi agama turut tersebar tanpa kawalan, mereka perlulah lebih berhati-hati dalam mempercayai apa yang mereka baca dan dengar. Maklumat agama yang keluar di akhbar, terdengar di radio, tersiar di TV dan popular di internet tidaklah semestinya dijamin betul dan benar. Dalam bab agama, janganlah kita malas mengkaji dan mempastikan kerana akhirat kitalah yang jadi pertaruhannya. Isu ini juga adalah satu contoh jelas bagaimana sikap terlalu merujuk kepada Sunnah tanpa berpandukan kaedah dan panduan para ulama muktabar adalah sikap yang silap dan merbahaya. Janganlah kita mudah terbawa-bawa dengan sesetengah aliran yang mendakwa sebagai menjuarai Sunnah sedangkan hakikatnya mereka sering menzalimi Sunnah
dan yang empunya Sunnah SAW. Semoga Allah SWT menjadikan kita di kalangan mereka yang sentiasa menggembirakan dan mempertahankan kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW.

Penulis ialah Ali Majlis Agama Islam Negeri Sembilan dan Penasihat
Yayasan Sofa Negeri Sembilan